Kiriman Sahabat


Pernah dapat rejection letter? Bagaimana rasanya? Pilu kah? Hancur? Hopeless?

"It depends", you said. Or sometimes "It's definitely fine", you respond. But, my answer is "I am not OK with that".

Iya, jadi ceritanya begini (siap-siap bentangin tiker yak). Sore-sore menjelang berbuka, saya mendapat kabar bahwa saya tidak diterima bekerja di sebuah institusi yang saya lamar. Selama proses seleksi bahkan sebelum mendaftar, saya sangat exited dengan institusi tersebut. Kepercayaan diri saya berada di atas rata-rata meskipun ketika melihat rekan-rekan pendaftar lainya agak minder juga. Kepercayaan diri tersebut berhasil membuahkan bunga-bunga hayalan dalam fikiran sadar saya: "Wah, nanti kalau saya bekerja di tempat itu, tiap pagi saya mau jogging", "Wah, nanti kalau saya bekerja disana, tiap bulan saya akan bisa berkunjung kerumah bulek", "Wah, nanti kalau bekerja disana, tiap hari saya akan ngeblog", "Wah, nanti kalau bekerja disana, saya akan bisa bertemu orang-orang kece". Bahkan parahnya lagi, di kantor tempat saya bekerja, saya sudah berlagak bahwa saya akan farewell dengan mereka.

Bak layang-layang putus. Saya langsung down (I admit that my level of crisis is above average). Bukan saya yang jatuh, namun hati saya jadi berceceran (lebay is mute on). I was trembling. I was suddenly blind; No ideas to pass the future. Kalau sudah begitu, saya biasanya langsung ingin menyendiri dan menangis. Namun, hari kemarin tidak memungkinkan. Hari sudah sore, menjelang buka puasa. Para ibu sibuk di dapur, dan mau tidak mau saya harus membantunya. Biasanya saya berbuka di masjid kampung, namun hari itu saya memilih untuk tidak berangkat karena takut air mata saya tertumpah ruah di tengah-tengah jamaah yang menanti buka puasa sambil mendengarkan kajian tentang tafkiyatun nafs. 

Akhirnya saya memilih untuk dirumah saja, membantu ibu memasak. Gerak saya cepat-cepatkan, karena semakin banyak bergerak, maka tidak akan ada kesempatan untuk air mata itu terjatuh. Jujur, saya malu menangis di depan ibu. Haha. 

Memasak selesai. Saya memutuskan mandi. Saya menangis sejadi-jadinya. Kran air saya nyalakan agar tidak terdengar isak. Disitu, I scream on silent. I need someone to hug me. I need shoulder to lay my head. (Drama dimulai). "Saya ingin memelukmu Ibu tapi malu. Saya ingin memelukmu wahai mbak-mbakku tapi malu juga. Ditaaa, saya lagi sedih, I need you Dit. Temans, I need you" rintihan-rintahan sebagai pengantar air yang jatuh dari kedua mata saya. (Sumpeh deh, lebai sekali saya kemarin ya). 

Selesai mandi, saya pastikan Ibu tidak melihat mata saya yang masih merah. Saya langsung menuju kamar, dan meraih hand phone. Saya buka HP, ada pesan di BBM. 

Air mata jatuh lagi. Kali ini saya biarkan jatuh karena saya tidak bisa membendungnya lagi. Bukan, kali ini bukan karena kesedihanku tersebab rejection letter, namun lebih kepada moment pesan BBM itu datang.

Ini orang selalu saja ada ketika saya sangat membutuhkan someone beside me. Ini orang selalu saja mengirimkan pesan-pesan yang tanpa diminta selalu pas dengan kondisi yang sedang saya alami. Ini orang selalu memberikan ketenangan dalam diri saya. 

Ini orang adalah Mbak Puri, salah satu sahabat terbaikku. Dia, tanpa disengaja, selalu muncul ketika saya merasa sangat membutuhkan seseorang untuk bercerita atau sekedar menyadarkan bahwa saya itu masih punya teman lho yang bisa buat diajakin cerita tanpa perlu ada jaim-jaiman. Dia itu adalah sering memberikan pesan-pesan langit ke layar hape saya yang kadang saya tidak langsung membacanya (#plak #punten). Isinya kebanyakan mengingatkan saya untuk keep staying on the right track. Dia mungkin tau bahwa saya ini orangnya mudah sekali lalai. Hehe. 

Perempuan yang suka dengan tulisan Nazrul Anwar dan Tere Liye ini  adalah juga termasuk tempat sampah andalan saya. Kalau saya lagi pengen menyapa orang, pasti ini orang menjadi top three lists nya. Kalau saya lagi kehilangan arah tujuan, biasanya ini orang yang siap menampung curcol-an saya. Mungkin juga sebaliknya. Kalau layar hapenya sedang sepi, mungkin nomer saya lah yang menjadi sasaranya. Kepedean.

Ada beberapa pesannya yang sampai sekarang melekat erat dalam ingatkan, dan bahkan menginternalisasi dalam kehidupan pribadi saya. 

Yang pertama adalah nasihat dari Imam Syafi'i:
 “Jika engkau punya teman – yang selalu membantumu dalam rangka ketaatan
kepada Allah- maka peganglah erat-erat dia, jangan pernah kau lepaskannya. Karena mencari teman -‘baik’ itu susah, tetapi melepaskannya sangat mudah sekali”

Yang kedua adalah tentang takdir pertemuan:

Allah mempertemukan untuk satu alasan. Entah untuk belajar atau mengajarkan. Entah hanya untuk sesaaat atau selamanya. Entah akan menjadi bagian terpenting atau hanya sekedarnya. Akan tetapi tetaplah menjadi yang terbaik di waktu tersebut. Lakukanlah dengan tulus, meski tidak menjadi seperti apa yang diinginkan. Tidak ada yang sia-sia. KARENA ALLAH YANG MEMPERTEMUKAN”

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/panduherusatrio/apa-benar-engkau-jodohku_54f6c58fa3331195158b45ee
“ Allah mempertemukan untuk satu alasan. Entah untuk belajar atau mengajarkan. Entah hanya untuk sesaaat atau selamanya. Entah akan menjadi bagian terpenting atau hanya sekedarnya. Akan tetapi tetaplah menjadi yang terbaik di waktu tersebut. Lakukanlah dengan tulus, meski tidak menjadi seperti apa yang diinginkan. Tidak ada yang sia-sia. KARENA ALLAH YANG MEMPERTEMUKAN”

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/panduherusatrio/apa-benar-engkau-jodohku_54f6c58fa3331195158b45ee
“ Allah mempertemukan untuk satu alasan. Entah untuk belajar atau mengajarkan. Entah hanya untuk sesaaat atau selamanya. Entah akan menjadi bagian terpenting atau hanya sekedarnya. Akan tetapi tetaplah menjadi yang terbaik di waktu tersebut. Lakukanlah dengan tulus, meski tidak menjadi seperti apa yang diinginkan. Tidak ada yang sia-sia. KARENA ALLAH YANG MEMPERTEMUKAN”

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/panduherusatrio/apa-benar-engkau-jodohku_54f6c58fa3331195158b45ee
Yang ketiga adalah tentang salah satu perkataan Ibnu Qayyim Al Jauziyah:

 Begitulah ia dalam ruang kehidupan saya. Ya, saya sangat bersyukur dipertemukan denganya.

To conclude my conclusion, semoga ia segera menyatu dengan pujaan hati yang akan membimbingnya ke surgaNya kelak. (boleh mringis koq :P)




Be First to Post Comment !
Posting Komentar