The Chosen



 Hasil gambar untuk perjalanan hidup
“What does it mean?”
Aku selalu mempertanyakan itu selama satu jam perjalanan menuju tempat kerja. Aku masih terkadang berfikir tentang keputusanku bekerja di tempat itu.
Selama bulan Maret Awal sampai dengan pertengahan April, aku mengikuti rentetan seleksi masuk pekerjaan di tiga istitusi dan sekaligus di tiga kota yakni Solo, Yogyakarta, dan Jakarta. Institusi A adalah sebuah institusi yang bergerak di bidang pendidikan, berlokasi di Jakarta namun proses seleksi di Yogyakarta. Ada tiga tes disana, dan berlaku system gugur, yakni tes tulis, tes microteaching, dan tes wawancara, Institusi B adalah juga institusi yang bergerak di bidang pendidikan, yang berlokasi di Jakarta pun juga tes seleksinya. Institusi B adalah sebuah perusahaan percetakaan buku pelajaran yang berlokasi di Solo. Ada tiga tes disana yakni tes tulis, tes wawancara, dan tes kesehatan.
Dan tibalah waktunya semua pengumuman tahap akhir dari serentetan tes tersebut yang luar biasanya semua terjadi di pekan yang sama, pertengahan April. Alhamdulilah, aku lolos di semua institusi tersebut. Dan proses pendewasaanpun dimulai. Jreng jreng. Pekan terakhir April 2015 menjadi hari hari yang lumayan membingungkan. “Life is a matter of choice”, begitulah yang selalu dikatakan dosenku dulu, Bapak Syamsul Ma’arif.
Ketiga institusi tersebut mempunyai bobot bibit yang sama. Jujur, setelah lulus kuliah profesi guru pada akhir Februari 2015, aku ingin sekali hidup di Jakarta. Bertemu teman teman disana, menantang trauma, dan tentunya mencari pengalamaan hidup. Untuk itulah aku melamar beberapa institusi yang penempatanya ada disana. Dari sisi pekerjaan, maka kedua institusi A dan B linier dengan yang kupelajari selama ini, yakni mengajar bahasa Inggris. Dari sisi, finansial, tentunyalah keduanya memberikan imbalan yang lebih dari pada apa yang aku harapkan. Namun kedua institusi tersebut tidak sebegitu terkenal dengan isnstitusi C. Yup, institusi C adalah sebuah perusahaan percetakaan nasional yang mungkin semua orang sudah tau. Pekerjaanku disitu akan berkaitan dengan proses editing buku sekolah bahasa Inggris dari penulis yang nantinya akan dicetak menjadi sebuah buku. Meskipun tidak mengajar, kufikir aku masih akan berkaitan dengan dunia pendidikan, kurikulum, dan ilmu perbukuan. Selama kuliah S1 aku pun juga belajar bagaimana membuat sebuah buku pelajaran. Namun, institusi C tidak memberikan salary seperti apa yang kuharapkan. Oh ya, di institusi C, dari puluhan orang yang mengikuti tes, hanya aku seorang yang ketrima.
Apakah aku bingung? Ya tentu saja. Jika aku berfikir simple, maka aku akan berangkat ke Jakarta dan memilih institusi B yang menggiurkan mata. Namun, disisi lain, aku berfikir tentang maksud aku diterimanya di perusahaan C.
Aaaarrrghhh…
Then, I remembered something.
Beberapa waktu sebelumnya, aku membaca sebuah link yang beralamatakan www.hadistoftheday.com yang dishare oleh salah seorang kawan di media sosial facebook. Aku membuka kembali bagian salat-l-Istikara. Aku tertarik dengan paragraph pembukanya.
“Anytime a Muslim is making a decision, he or she should seek Allah’s guidance and wisdom. Allah alone knows what is best for us, and there may be good in what we perceive as bad, and bad in what we perceive as good”.
Hhh, aku menghela napas panjang. Aku hampir lupa kalau ada Allah. Kemudian, aku melanjutkan membaca paragraf dibawahnya.
If you are ambivalent or unsure about a decision you have to make, there is a specific prayer for guidance (Salat-I-Istikhara) that you can do to ask for Allah’s help in making your decision. Should you marry this certain person? Should you attend this graduate school? Should you take this job offer or that one? Allah knows what is best for you, and if you are not sure about a choice that you have, seek His guidance.  Salat Al-Istikhara is a powerful tool that Allah has given us to ask His guidance in all matters.
Oh ya, istikharah. Aku hampir pula lupa akan hal itu. Rasanya bebanku agak berkurang setelah membaca artikel tersebut.
Four days left untukku memberikan kabar kepada ketiga institusi tersebut. Maka setiap malamnya aku isi dengan bangun malam and performs Salat-Al Istikhara. Setelah malam pertama melakukanya, belum ada hasil. Aku berfikir, dalam bentuk apa nanti Allah akan memberikanku petunjuk. Kemantapan hati kah? Sepertinya sangat sulit untukku memutuskan jika petunjuk Allah bentuknya itu. Setelah malam kedua, masih saja belum ada petunjuk untukku. Aku mengadukan pada Allah bahwa aku ini orang yang sangat bodoh dalam memilih, maka aku meminta kepadaNya untuk menunjukkanku dalam bentuk mimpi saja.
Malam ketiga aku bangun dengan perasaan kaget. “Really?” adalah ekspresiku bangun tidur waktu itu. Aku mengeryitkan dahi. Apakah mimpi ini adalah petunjuk? Ah, aku menunda berfikir. Aku bangkit dan berlari ke kamar mandi untuk mengambil wudhu dan melakukan salat Al-Istikharah ku untuk yang ketiga kalinya.
Oh Really? Mimpinya begitu jelas sekali. Aku diajak oleh satu karyawan perusahaan penerbitan itu untuk menemui pimpinan perusahaan yang disana, hanya sekedar berkenalan.
One day left. Aku merasa sayang jika harus melepaskan yang di Jakarta. Aku agak berat untuk bekerja di Solo. “Lha mosok kowe arep nentang petunjukke Gusti Allah?”, komentar ibukku. Benar juga kata ibuk, masak aku harus mengacuhkan petunjuk dariNya. Aku sedikit menenangkan diri.
The day had come. “Bapak Hery, insyaAllah saya bersedia untuk bergabung di perusahaan bapak. Semoga bisa memberikan kontribusi yang baik”. Itulah email yang aku tulis untuk pihak HRD perusahaan percetakan yang akan memperkerjakanku. Ya, akhirnya aku memilih perusahan C.
Later on…
Di hari pertama aku kerja, mimpi itu menjadi kenyataan. Aku diajak oleh salah satu karyawan untuk menumui GM perusahaan itu. Meja dan ruanganya sama persis dengan yang ada di dalam mimpi.
What does it means? I keep questioning. 
Day by day, aku mencoba untuk keep looking the meaning dari semua ini. Yang jelas saat itu dan saat ini aku tidak tau akan apa apa. Mungkin sedikit sama dengan Nabi Nuh yang tidak tau ketika banjir akan datang pada waktu ia membuat kapal dan ditertawai kaumnya. Nabi Ibrahim yang belum tau akan tersedia domba ketika pisau nyaris memenggal buah hatinya. Nabi Musa yang belum tau laut akan terbelah saat dia diperintah memukulkan tongkatnya. Yang mereka tau adalah bahwa mereka harus patuh pada perintah Allah dan tanpa berhenti berharap yang terbaik.

P.S. Mungkin dibalik ketidaktahuan kita, Allah akan menyiapkan kejutan. Seringkali Allah berkehendak di detik detik terakhir dalam pengharapan dan kekuatan hamba hambanya…
P.S. Meaning or Money? Prof. Renald Kasali.
Be First to Post Comment !
Posting Komentar