Tami Ahda Syahida

Sawah-Resolusi 2024

Hai. Apa kabar kalian?

 

Lama aku tidak menyapa dan mengisi ruang yang sepi ini. Sudah setahun lebih. Apakah ada yang berbeda dariku? 

 

Banyak. Dalam waktu 15 bulan ini, aku telah menikah dan mempunyai anak. Butuh waktu untuk adaptasi dalam peran dan status baru yang kusandang. Tidak dipungkiri aku sempat kehilangan diriku sendiri. Alhamdulilah, jodohku adalah orang yang baik, sehingga ketika badai emosi menghantam diriku, dia laksana penenang bagi rumah tangga kami. Doakan ya, rumah tanggaku sampai surgaNya. 

 

Satu tahun pernikahan ini, aku sama sekali tidak punya mimpi. Suamiku bukan tipe yang merencanakan masa depan dan bermimpi, apalagi mentarget. Aku mengikutinya. Mengalir begitu saja.


Aku pribadi merasa tidak ada yang perlu dicapai. Akhirnya ya begini-begini saja. Dulu aku berharap aku dan suamiku satu visi sehingga kita layaknya tim yang menjalankan beberapa program. Ternyata kenyataanya lain. Ya sudahlah. Kita memang tidak bisa berharap kepada manusia, meskipun itu adalah suami sendiri. 

 

Tidak biisa bergerak aku kalau tidak ada motivasi untuk berjuang. 

 

Hingga akhirnya hari ini pun tiba. 

 

Ada saudaraku menawari untuk membeli sawahnya. Harganya 300 juta. Gak kusangka ada yang menawariku sawah. Uang segitu bagiku amat tinggi. Kepalaku sampai berat mendengarnya. Uang dari mana? 

 

Tapi entah kenapa, berkat saudaraku tersebut, aku mulai kepikiran untuk membeli sawah. Ada Allah Maha Kaya kan? Doa dulu aja. 

 

Dan here me now. Mulai menulis. Mulai dari hal yang paling kecil. Sangat kecil. Usaha hari ini insyaAllah akan bermanfaat untuk masa yang akan datang. Teringat beberapa pengalaman akan rejeki tiba-tiba yang sering didapat. Salah satunya adalah karena kita pernah berdoa dan mengusahakannya. Mungkin waktu itu sama sekali tidak kelihatan dan kita sempat lupa. Namun, Allah tidak pernah lupa akan doa dan jerih payah hambanya. 

 

Bismillah ya Allah. 

2024 beli sawah harga 300 juta.

The Importance of Thanking

Dalam perjalanan pulang kerja, ada momen "deg". 
It's kind of hikmah itu kek lagi diturunkan gitu. 
Lesson learnt-nya akhirnya dapet. 

Ini kisah tentang attitude, pertemanan, dan worklife. 

Jadi kan gw dulu pernah catering buat dua temen kantor. Tapi yang kita bakal bahas disini cuma satu orang. Sebut aje namanya Paiyem. Gw loyal tu ma tu anak. Sebisa mungkin good service lah. Nothing to lose awalnya. Yaw udah gw suka aja nglayani orang. 

Gw merasa kan ngasih terus ya. Tapi you know Bray, attitude mereka ke gw tu ga ada bagus-bagusnya. Apalagi yang suaminya Paiyem. Ketemu gw aja kagak nyapa. Ibuk gw sakit, kagak dijenguk. Lebaran, kagak ngucapin. No akhlak deh. Ya gw ga ngarepin semua itu actually, tapi tau kan rasanya, yang kata banyak orang "ga tau berterima kasih". At least sikapnya rada diramahin dikit gt kan. 

Nah, gw kan jadinya sebel kan ya. Rasanya sudah kayak kagak dihargai.

Di titik ada muncul perasaan ini nih, gw belajar. Kenapa harus bersyukur atas semua nikmat yang diberikan olehNya? Karena rasanya tidak tau berterima kasih itu menyakitkan dan ada kecenderungan buat ga bakal ngasih lagi. 

So Bray, gw mau terima kasih ma Allah hari ini. Untuk semua yang sudah terjadi, entah nyenengin atau ngeselin, gpp ya Allah. Asal itu dari Engkau. Karena gw percaya, apapun dari Engkau, pasti ada hikmah.

And remember, hikmah selalu datang di akhir waktu. 

Selamat malam.

Klaten, 27 Mei 2022
22.32

Terlihat Sukses

Ini cerita tentang lebaran tahun 2022 ku. Alhamdulilah aku tidak sendiri. Masih ada orangtuaku, ada sepupu-sepupuku, dan ada satu mbakku. 


Aku rasa aku lebih secure di lebaran tahun ini. Aku sudah tidak lagi dipusingkan dan dikecilkan hatinya dengan pertanyaan-pertanyaan "kapan nikah". Atas pertolongan Allah tentunya, aku tenang dan santai menghadapinya. 


Aku fikir aku tidak akan sibuk. Aku hanya akan diam di rumah, rebahan, dan bisa menyicil pekerjaan kantor. Namun nyatanya, berhari-hari selama sepekan lebih, silaturahim aja kerjaanya. Alhamdulilah keluarga banyak dan dekat-dekat. 


Tahun ini, ada saudara yang aku baru kunjungi. Aku tau sih kalau mereka itu saudara, cuma tidak pernah silaturahim ke rumahnya. Kenapa mereka? Ya karena lebih dari satu. Mereka bukan saudara dekatku. Kalau dirunut-runut, tidak ada hubungan darah di antara kami. Mereka itu sudah cucu tirinya simbahku. 


Pas aku datang ke rumahnya, terlihat banyak mobil mewah keluaran terbaru parkir di halaman yang amat luas. Ternyata itu mobil anak-anaknya yang bekerja di Jakarta. Semua platnya B. Meski hidup di Jakarta, mereka terlihat ramah. Mau menyapa kami dan mengobrol dengan kami. 


Karena tidak ada memori yang terjadi selama beberapa tahun lamanya, maka obrolannya pun tentang nostalgia jaman dahulu kala. Meskipun ada gap yang amat jauh antara keluarga kami dengan mereka, apalagi soal latar pendidikan yang secara otomatis akan memengaruhi kualitas percakapan, namun mereka terligat berusaha untuk memahami background keluarga kami. Percakapan pun berlangsung hangat dan bersahabat.


Aku takjub dengan kesuksesan mereka. Apalagi dengan bagi-bagi uang kepada kami. Aku pun dapat angpow. Setiap orang ngasih lima puluh ribu. Semakin tak bisa berkata-kata. Konglomeratkah mereka? 


Mereka benar-benar terlihat sukses. Sukses yang benar-benar sukses. 


Dalam hati kecilku berkata, aku ingin jadi seperti mereka. Tapi bagaimana bisa? 

Kenapa Ga Mau Bukber selama Ramadan?


Selama ramadan, aku jarang dan hampir ga pernah ikut buka bersama. Kalau tidak ada undangan, aku biasanya menolak ajakan mereka.

Aku tidak mengatakan secara lugas dan tegas kenapa aku tidak mau ikut. Jadi terkesan mbulet. 

Aku masih tidak tau bagaimana caranya untuk jujur. Aku masih takut akan stigma orang kalau-kalau ada yang menganggapku alim. Padahal sejatinya masih amat jauh dr derajat itu. 

Dan seharusnya tidak boleh seperti itu kan. Sebaiknya aku jujur. 

Aku sangat menyukai ramadan dan pengen waktu-waktu itu hanya sekitar masjid dan Al Qur'an. 

Seperti kamu sedang mencintai seseorang, kamu pun ingin selalu bersamanya ketika dia datang menemuimu. 

Penuaan Dini pada Otak

Hi, good morning. Hari ini hari Jumat, semoga kamu tetep semangat. 


Tadi dalam perjalanan menuju tempat kerja, aku merasa harus menuliskan tentang insight yang aku dapatkan dari acara CLevel Talk bersama Anggoro Eko Cahyo dan coach Rene Suhardono. That was so incredible, and precious. Precious because acara terbatas yang hanya terdiri 88 peserta itu dihadiri oleh orang-orang keren (bekerja di institusi bergengsi dan kemampuan intelektualnya mumpuni). Hanya satu dua orang saja yang dari kalangan remah-remah, aku misalnya. Incredible karena kita bisa dengerin obrolan langsung dari orang-orang keren tersebut which is materi-materi yang disampaikan itu contain much knowledge and enlightenment. 


Anggoro Eko Cahyo adalah eks wakil direktur BNI yang pada saat ini menjabat sebagai direktur BPJS Ketenagakerjaan. Usianya sudah 50an dan sudah tentu mempunyai pengalaman memimpin, berinteraksi dengan orang, dan manajemen konflik yang tidak diragukan lagi. Sedangkan Rene Suhardono yang menjadi moderator sekaligus yang punya acara adalah seorang career coach ternama di Indonesia. 


Tema tadi malam adalah tentang manajemen konflik. Pak Anggoro menjelaskan tentang bagaimana he deals with value yang dia bawa dengan kepentingan-kepentingan yang berada di perusahaan, termasuk apakah beliau pernah merasakan perasaan "giving up on people". Dari semua obrolan yang berlangsung, dan hanya bisa kuikuti setengah perjalanannya saja, ada point yang kuhighlight. 


Tentang open mind. Pak Anggoro menyebut bahwa ide-nya yakin akan bisa diterima dengan baik oleh para karyawan BPJS yang mostly adalah anak-anak muda yang open mind. Pengertian open minded sendiri adalah cara berfikir yang mau untuk menerima ide-ide baru beserta perubahannya. Sedangkan lawanya adalah close minded yang cenderung tidak mau menerima ide-ide baru, tidak mau berubah, dan mempertahankan cara lama. Mungkin sudah nyaman, gitu kata mojok.com


Glek. Apa yang membuatku tercengang? Well, entah kenapa, aku tetiba langsung merefer ke atasanku. "Aha, dia ga open minded." Aku yang akhir-akhir ini sering berinteraksi dengan dia menotice bahwa dia susah untuk diajak berbicara. Suka pake cara lama, ga mau berubah, takut, cemas, diktator, dan overall menyebalkan. Close minded, begitulah sebutan yang cocok untuknya. 


Kalau tadi disebutkan salah satu karakteristik anak muda adalah open minded, bisa dikatakan bahwa semakin tua bisa jadi kebanyakan orang akan memiliki pikiran close minded. Like what my atasan has. Dia emang sudah tua sih. Orang-orang in my workplace tua-tua emang, cara kerjanya juga masih old-fashion. 


Dan you know what, why do I bring this topic here? Lingkungan itu kan menyumbang peran besar untuk membentuk diri kita kan ya? Dan aku merasakan aku sudah mulai ketularan sikap close minded ini. Aku meneriaki dan menghakimi orang bahwa dia close minded, namun pelan-pelan pula racun itu masuk dalam hidupku. Otakku merasa menua sebelum waktunya. Seharusnya usia bolehlah menua, namun otak kan jangan ya. 


Sedih aku mengetahui dan menyadari akan hal ini. Sulit untuk berubah ketika kamu sendiri dan tidak ada penguatan untuk hati. Resign tidak semudah itu Furgoso. 


Tapi take it or leave it? Tetep sih aku memilih leave. Dan aku sekarang berusaha lagi untuk leave. Menyelamatkan kesehatan otak untuk masa depan yang jauh lebih subur adalah urgensi saat ini. I won't let otakku berada dalam tempurung. Aku harus berjuang untuk bisa grow. 


Semangat Marimar!!!!! 



Menghidupi Hidup

Kembali kurasakan hilang arah.
Terombang-ambing di atas sampan di tengah lautan.
Diam dan pasrah tanpa usaha.
Membiarkan ombak, badai, dan angin membawaku entah kemana.

Seperti orang mati?
Iya. Orang yang tak punya tujuan, mimpi, dan harapan, dialah orang yang hidup tapi mati.

Aku sempat seperti itu. Lama dan tidak tersadarkan.

Kenapa bisa begitu?
Aku jauh dari ilmu dan Tuhan. 

Aku tak mau mati. 
Hidupku harus berarti, karena nanti aku akan ditanyai, bagaimana kamu menghabiskan waktu yang sudah diberi?

Maka aku bangkit. 
Aku tetapkan tujuan.
Aku berjalan, meski pelan.

Maret ini, aku punya satu, dua, tiga, empat, lima goals.
Aku hidupi goals itu.
Aku solawati.
Aku bersemangat untuk mencapai goals itu. 

Semangat Tami!!

Jangan Mengambil Apa yang Dia Sukai, Jika Ingin Persaudaraan Terjaga

Dalam perjalanan menuju kantor tadi pagi, aku teringat akan sebuah nasihat tentang persaudaraan. Jangan pernah mengambil atau menyampuri apa-apa yang saudaramu sukai. Kamu sudah tau bahwa dia menyukai baju yang warna biru tersebut, maka jangan pernah dengan sengaja untuk mencoba memintannya darinya. Kamu tahu kalau dia tidak suka jika area yang bewarna kuning dimasuki oleh orang asing, termasuk kamu, maka jangn mencari gara-gara untuk memasukinya.